ASAL usul batik Jambi awalnya terungkap pada artikel yang ditulis oleh E.M Gosling dalam mingguan colonial "Timur dan Barat", nomor 52 Tahun 1909 dan nomor 2 tahun 1930.
Diketahui dari tulisan itu bahwa penemu batik di Kota Jambi adalah Tusilo Adam, dan ia jugalah yang menyebarkan berita di Januari 1928, selanjutnya disebar luaskan kepada rakyat dengan peraturan Resident Jambi Tuan Ezarman.
Menurut tulisan itu, hasil kerajinan tangan Batik Jambi telah berkembang sejak zaman dahulu. Batik berasal dari turun temurun di Kelurahan Kampung Tengah, Seberang Kota Jambi. Keterangan ini pun diperkuat bukti berkas Resident Jambi Tahun 1918-1925 bernama H.I.C. Petri, memiliki batik merah yang bagus berjumlah lima helai.
Namun hingga saat ini belum dapat dipastikan siapa orang pertama yang membuat batik Jambi. Hanya dapat dilihat sedikit dari catatan Hendrik Van Gent yang memberi indikasi adanya pengaruh busana batik Jawa di Jambi saat pertengahan abad ke 17.
Diterangkan oleh Azmiah (46), seorang pebatik tulis Jambi, memang belum diketahui siapa orang pertama yang membuat Batik Jambi.
Azmiah merupakan keturunan kedua dari Asmah, orang yang mengembangkan batik Jambi.
Namun untuk yang pertama mengembangkannya, Azmiah langsung menjelaskan silsilah orang-orang yang menjadi pebatik yang ada di Seberang.
"Yang mengembangkan itu adalah H Muhibbat, guru dari Zainab, dan Zainab guru dari Asmah. Lalu, Asmah yang menurunkan kepada saya sebagai anaknya," jelasnya kepada Tribun, saat ditemui di kediamannya, Kelurahan Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk, Minggu (20/1/2013).
"Batik Jambi sempat menghilang pada 1970-an, karena pada saat itu ada larangan beraktivitas. Namun tahun 1980-an batik Jambi kembali berkembang," kata Azmiah.
Menurut keterangannya bahwa sejak Juli 1985, di Seberang Kota Jambi sudah berdiri Galeri Batik, yakni galeri milik Ibu Asmah. Melalui galeri inilah pembatik menggeliat, dengan cara menurunkan teknik membatik kepada generasi muda.
Terkait dengan perjalanan batik Jambi hingga saat ini, dahulu pewarna batik Jambi dibuat dengan bahan warna yang didapat dari alam, seperti Buah Rotan, Getah Jenang, Kayu Lembatu, Kayu Marelang, dan Kayu Bulian.
Namun seiring perjalanan waktu, saat ini batik Jambi tidak banyak lagi yang menggunakan bahan dari alam. Kebanyakan pebatik sudah menggunakan bahan kimia sebagai pewarna.
Dijelaskan juga oleh Edi Sunarto (48), suami dari Azmiah, tidak terlalu banyak pebatik yang masih menggunakan bahan warna dari alam. Juga sangat sedikit batik yang dibuat dengan tangan, bahkan sebagian galeri-galeri yang ada di Seberang Kota Jambi membuat batik Jambi di Jawa, kemudian dipasarkan kembali ke Jambi.
"Sekarang sudah sedikit perajin menggunakan bahan warna dari alam, apalagi yang membuat batik tulis, bahkan banyak yang membuat batik di Jawa, kemudian dibawa ke Jambi," jelasnya.
Namun kelihatannya peminat batik Jambi tidak terlalu mempedulikan pewarna batik terbuat dari bahan yang didapat di Alam, atau bahan pewarna kimia, baik batik cetak maupun tulis. Terlihat perkembangan batik Jambi sangat pesat. Kita dapat melihat ada begitu banyak galeri-galeri Batik Jambi yang tersebar di Seberang Kota Jambi, bahkan juga di Kota Jambi, seperti Kawasan Simpang Pulai.
Terlihat dari grafik pemasaran produksi Galeri Batik Asmah, per tahun pemasaran produk kreasi batik di sini terus meningkat hingga 100 persen, yang dipasarkan ke berbagai daerah, seperti Palembang, Jakarta, Padang, Bandung, Medan, dan di Jambi. Semua produk baik batik tulis maupun cetak laris manis.
Perkembangan batik ini dijelaskan oleh Edi, tidak terlepas dari diakuinya batik oleh Badan Dunia PBB UNESCO 2 Oktober 2009 yang lalu, sebagai warisan budaya Indonesia dan benda milik Bangsa Indonesia.
"Perkembangan pemasaran batik ini tidak terlepas dari diakuinya batik sebagai warisan Dunia oleh UNESCO, sejak 2009 yang lalu," katanya.
Edi bersama Istri terus bekerja keras untuk mengembangkan Batik Jambi. Eksperimenpun dilakukannya dengan menciptakan motif-motif baru, seperti motif Candi Muaro Jambi, Go Green, Jambi emas, hingga motif Tawing.
Selain menciptakan eksperimen motif batik, Edi yang juga menantu dari Asmah ini, bersama dengan istrinya terus giat melakukan pelatihan terhadap remaja di lingkungannya.
Menurut Edi membatik bukan hanya sekadar mengaktualisasikan naluri seni, atau hanya pelestarian, namun batik juga menjanjikan keuntungan.
"Membatik ini selain pelestarian seni, namun juga memiliki dampak ekonomi," katanya.